Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar menilai wacana penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) oleh Kementerian Ketenagakerjaan mencederai hak dasar pekerja yang diamanatkan UU Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003.
“Upah minimum itu instrumen negara untuk memastikan pekerja memiliki penghidupan yang layak, instrumen jaring pengaman agar pekerja memiliki daya beli. Karenanya, bila ada usulan untuk menghapus upah minimum itu artinya melanggar UUD 1945,” tuturnya kepada cyeber media lintas24.com, Senin (18 Nopember 2019)
Timboel mengakui, wacana itu muncul ditengarai lantaran masalah upah minimum seringkali menjadi keluhan pengusaha, khususnya UMK dan UMS (sektoral) dimana nantinya pengusaha hanya akan mengacu pada besaran upah minimum provinsi.
“Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengisyaratkan wacana penghapusan UMK diganti pedoman upah minimum provinsi (UMP). Wacana itu memang masih dikaji, sebagaimana wacana Omnibus Law Bapak Presiden Jokowi,” ujarnya kepada wartawan.
Namun begitu lanjutnya, jika wacana penghapusan UMK dan UMS ini direalisasikan, maka berarti negara telah lepas tangan terhadap perlindungan dasar bagi pekerja.
“Ini wujud lepas tangannya negara atas perlindungan dasar bagi pekerja yang akan berdampak pada lemahnya daya beli buruh yang berdampak pada konsumsi agregat sebagai salah satu point pertumbuhan ekonomi,” tuturnya