SD Negeri 1 Purbalingga Lor (SD Galor 1) terus melakukan pembinaan karakter siswa didik melalui pembelajaran geguritan. Pasalnya, geguritan merupakan salah satu bentuk karya sastra Jawa modern. Geguritan berkembang seiring dengan mekarnya kesusastraan Indonesia.
Kepala SD Negeri 1 Purbalingga Lor, Hartati menuturkan geguritan bermakna tersirat tanpa menggurui. Pembaca geguritan dapat menghayati makna geguritan melalui jiwa halus. Kemudian, proses penghayatan inilah yang diharapkan dapat bertransformasi ke dalam perbaikan sikap. Sehingga, geguritan berfungsi sebagai media pencerahan jiwa dan batin bagi pembaca
“Geguritan, sangat cocok untuk diajarkan kepada siswa mulai sekolah dasar. Nilai-nilai karakter diilustrasikan lewat keteladanan atau kepahlawanan tokoh.,”ungkap Hartati kepada lintas24.com dan tabloid elemen.
Diungkapkan Hartati, pembelajaran muatan lokal yang diberlakukan merupakan satu kegiatan kulikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah termasuk keunggulan daerah.
“Kita genjot geguritan karena estetika atau keindahan geguritan disusun melalui pemilihan dan pemilahan kata secara emotif oleh penyair. Penulis geguritan berusaha menarik simpati dan empati pembaca melalui kata-kata,”ungkapnya.
Hartati mengakui, sangat sulit mengajarkan geguritan serta menumbuhkan keberanian para siswa untuk membaca geguritan. Melalui pembelajaran di sekolah, siswa dapat membaca geguritan yang ada di buku teks sekolah, menulis geguritan bertemakan lingkungan sekitar, membacakan geguritan di depan kelas dengan penghayatan, dan menyimaknya.
“Dengan mengajarkan geguritan dengan seluruh aspek akan membuka luas cakrawala dan kita ikut berperan aktif dalam menjaga kelangsungan hidup karya berharga ini,”ungkapnya.
Dua siswa SD Negeri 1 Purbalingga, Lubna Athaya Tanisa (kelas 3) dan Beryl Adi Candra Putra Aryanta (kelas 6) berhasil membawa pulang piala juara 1 membaca geguritan dan tembang macapat pekan seni tingkat Kabupaten Purbalingga tahun 2017 (mahendra yudhi krisnha)