Rumah Sakit Muhammadiyah Aisyiah menyelanggarakan Covid Talk dengan tema“Praktik Baik Manajemen Penanganan Covid-19 di Rumah Sakit Muhammadiyah Aisyiyah”.
Dalam kegiatan ini menghadirkan beberapa narasumber, yakni Ketua Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Jawa Timur juga dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surabaya, Sholihul Absor, Ketua MPKU Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Ibnu Naser Ar Rokhimi, dan Ahmad Faesol. Acara ini juga dimoderatori oleh Budi Santosa, Koordinator Publikasi dan Informasi Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) PP Muhammadiyah.
Sholihul Absor menyampaikan, bahwa hampir setiap hari penambahan kasus Covid-19 di Jawa Timur berkisar di angka 300-400 kasus. Secara umum semua rumah sakit mengalami penurunan jumlah pasien umum yang berdampak signifikan. Hal ini mengakibatkan terjadinya cash flow di rumah sakit. Akhirnya, rumah sakit terpaksa menyediakan fasilitas tambahan untuk penanganan Covid-19.
“Untuk RS Muhammadiyah dan Aisyiyah yang ditunjuk menjadi RS rujukan oleh pemerintah propinsi Jawa Timur itu ada 12 rumah sakit, saat ini pasien terkonfirmasi positif yang dirawat 302 orang,” katanya.
“Untuk dampak bagi tenaga kesehatan, alhamdulillah di Jawa Timur ini tidak ada korban yang sampai meninggal dunia, namun karena ini resiko tetap ada yang terinfeksi namun tidak lebih dari 20 dan sudah sembuh,” ujarnya.
Sholihul Absor menyampaikan, bahwa guna menghadapi situasi Covid-19 saat ini tidak ada strategi yang tepat tanpa adanya persiapan dalam menghadapinya. Harus ada kondisi sebelumnya yang dipunyai rumah sakit sehingga tahan terhadap guncangan kondisi seperti ini.
“Nomor satu, rumah sakit harus punya ketahanan finansial, yang kedua rumah sakit bisa tahan bila budaya kerja yang baik dan yang ketiga, yang penting itu leadership juga harus baik, tidak sekedar dokter tapi juga harus faham manajemen” ujarnya.
Ibnu Naser mengatakan, dalam menghadapi situasi saat ini, harus ada upaya untuk memastikan tim di RSMA memiliki kriteria unggulan pelayanan dan Sumber Daya Manusia pemegangnya. Menurutnya RSMA yang melaksanakan penanganan Covid-19 di Jawa Tengah sebagian besar bertipe C, D dan yang bertipe B hanya RS PKU Muhammadiyah Surakarta.
“Maka kita harus bisa memetakan rumah sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah yang bertipe B, C dan D ini yang memiliki kemandirian layanan spesialis itu yang menjadi “tim penyerang” dan menjadi gawang penyelamat keuangan rumah sakit,” katanya.
Ibnu pun menuturkan seorang direktur harus bisa eksis di dalam untuk merapikan barisan internal. Kendala yang dihadapi pihaknya di Jawa Tengah, yaitu keterbatasan jumlah ruang isolasi yang standar, minimnya sarana dan prasarana di tiap-tiap rumah sakit, adanya kesenjangan regulasi, minimnya bantuan pemerintah kepada RSMA dan jaminan pembiayaan pasien dari pemerintah yang tidak jelas.
Mengakhiri paparannya, Ibnu mengatakan Covid-19 adalah momentum untuk mengasah ketangguhan soliditas manajemen.
“Ini menjadi penting, para direktur bersama stakeholder, BPH, Persyarikatan Seia Sekata menghadapi gelombang yang pelik ini dengan tentu tetap melakukan “serangan balik” yaitu kita hadirkan investasi yang bersifat kecil tapi jeli melihat peluang yang ada,” katanya.
Sedangkan, Ahmad Faesol mengawali paparannya dengan menyampaikan jumlah kasus positif Covid-19 yang melonjak drastis. “Tanggal 31 Juli lalu adalah puncak lonjakan kasus Covid-19 di Yogyakarta mencapai 64 orang dalam sehari, dengan total pasien terkonfirmasi 674 orang” katanya.
Ia juga mengungkapkan, bahwa sampai saat ini belum ada tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19.
“Alhamdulillah sampai saat ini kami belum mendapatkan informasi adanya nakes konfirmasi positif. Kemudian dampak aspek psikologis luar biasa karena rasa ketakutan yang berlebihan, sehingga kami dari MPKU dan manajemen RSMA berusaha bersama-sama bagaimana caranya meningkatkan ketenangan psikologis dari pegawai kita,” katanya.
Dari aspek finansial, Ahmad Faesol menyatakan pendapatan rumah sakit praktis turun karena tingkat kunjungan pasien umum turun kurang lebih 47%, sehingga berdampak pada kondisi finansial rumah sakit.
“Sementara untuk biaya operasional naik karena dengan membuat ruang isolasi khusus biayanya tidak sedikit, belum lagi operasionalnya biayanya juga tidak sedikit,” tambahnya.
Untuk menghadapi kondisi Covid-19, Ahmad Faesol mengungkapkan sistem Business Continuity Plan, yaitu dengan mempertahankan omzet, efisiensi dan menjaga cash flow.
“Efisiensi yang kami kerjakan biaya overhead kita upayakan untuk di efisienkan, kemudian biaya sumber daya insani, farmasi dan investasi sementara ditunda dulu,” ungkapnya. (*)
Editor: Rizky Riawan Nursatria. (mg)