Kopi Merdeka menjadi cara untuk berbicara soal keakraban yang hangat, kemitraaan yang kolaboratif hingga kreativitas yang tanpa batas. Kopi Merdeka 2019 tak hanya menyuguhkan kopi-kopi lokal dari petani serta kedai, namun juga ada produk olahan berbahan dasar kopi seperti brownis, semprong, kukis, kue pie, masker hingga sabun.
“Pamor kopi lokal dari Purbalingga semakin menanjak, dalam beberapa waktu ini. Peluang ini harus mampu ditangkap dengan semangat belajar kolaborasi, dan inovasi,” ungkap Chief Executive Officer (CEO) Purbalingga Business Center (PBC), Afit Setiyadi saat membuka Kopi Merdeka 2019 di Hutan Kota Wasesa Purbalingga, Sabtu (14 Desember 2019)
Afit mengatakan bahwa pemilihan Hutan Kota Wasesa bukan tanpa alasan. Salah satunya karena faktor ingin mendorong munculnya event kreatif di Purbalingga dan merangsang adanya “titik temu” baru di Purbalinga.
“Memang ini masih banyak kurang serta banyak celah. Tetapi poinnya, ternyata bisa. Kopi Merdeka ini hanya salah satu pemicu munculnya titik temu baru dengan kemasan kekinian,” kata Afit.
Suasana di event tahunan ini begitu hangat, kendati sempat hujan di sore hari. Sekitar 500 pengunjung yang didominasi anak muda milenial memadati kawasan hutan kota yang tak pernah tersentuh event kreatif.
Musik akustik lagu-lagu ambyar dari “The Godfather of Broken Heart” Didi Kempot yang disajikan Exotica, Gitar Duet SMPN 3 Purbalingga, Komunitas Musik Padamara hingga Nomy Band membuat syahdu dan akrab suasana.
Kopi Merdeka 2019 didukung oleh Ruang Kopi, Kompak Bangga, Braling.com, Tabloid Elemen, Dinamis Konveksi, Seniman Sablon Purbalingga dan Rascellindo.
Kepala Dinkop UKM Purbalingga, Budi Susetyono sangat mengapresiasi Kopi Merdeka 2019. Ia menyebutkan bahwa dari tahun ke tahun, Kopi Merdeka selalu menawarkan konsep yang baru dan terus berkembang.
Menurut Budi, banyaknya anak-anak muda yang hadir di Kopi Merdeka adalah tanda terus tumbuhnya Purbalingga. Budi juga mengajak pelaku usaha di industri kopi untuk meningkatkan kualitas dan kreativitas. Apalagi, dengan terus tumbuhnya Purbalingga karena faktor aksesabilitas. “Kita tidak boleh hanya jadi penonton,” tutur dia.
Terlebih, Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi juga sudah menyerukan penggunaan kopi lokal Purbalingga di lingkungan dinas. Kebijakan ini merupakan wujud kepedulian terhadap industri kopi di Purbalingga.
“Mari demi kebanggaan kopi Purbalingga, kita terus tingkatkan kualitas dan inovasi produk kopi. Salah satunya kita mulai dari proses petik kopi,” tutur Budi.