Idealnya, pengendara wajib melambatkan laju kendaraan ketika melintasi areal penyeberangan atau zebra cross. Ironisnya, pengendara kurang memperhatikan rambu penyeberangan. Tetap melaju kencang ketika melewati zona menyeberang.
Keberadaan fasilitas umum tersebut salah satunya dibuat dan digunakan untuk meciptakan ketertiban, kenyamanan serta meminimalisasi risiko terjadinya kecelakaan di jalan raya. Namun, fasilitas umum yang tersedia di jalan raya bukan hanya bagi para pengendara, tetapi terdapat fasilitas bagi para pejalan kaki yang juga memiliki hak di jalan raya. Hal itu ditandai dengan tersedianya fasilitas zebra cross.
Baca Juga: Satlantas Polres Purbalingga Imbau Pengendara Waspadai Jalan Berlubang
Baca Juga: Satlantas Polres Purbalingga Tindak Tegas Truk ODOL
Baca Juga: Satlantas Polres Purbalingga Bubarkan Balap Liar
Zebra cross yang seharusnya membuat pejalan kaki aman dalam menyeberang, tetapi kenyataannya sekarang sangat sulit bagi pejalan kaki untuk menggunakan fasilitas tersebut. Karena, mereka terhalang oleh para pengendara yang bersikap egois tinggi seolah enggan berhenti beberapa menit untuk memberikan kesempatan bagi pejalan kaki yang mau menyeberang jalan.
Hal ini yang mendorong Dwi Mulyanto Sigit dengan sukarela setiap pagi menyeberangkan anak didiknya di SD Negeri 2 Kedungmenjangan Kecamatan Purbalingga Kabupaten Purbalingga. Tak peduli hujan deras, bapak dari empat ini tetap membantu anak didiknya menyebrang jalan. Justru yang menjadi kendala baginya, ketika pengendara tidak mau diberhentikan
Pernah suatu waktu terjadi kecelakaan yang menimpa anak didiknya. Sigit bercerita, saat itu kendaraan tak mau mengurangi kecepatan, walaupun telah melihat anak didiknya bakal menyeberang. Lain waktu, terjadi persitiwa roda mobil terlepas dan menggelinding menabrak anak didiknya.
Oleh karena itu, Sigit harus sudah bersiap berdiri di seberang jalan pukul 06.00 hingga pukul 07.00 menanti putra-putrinya berangkat menuju sekolah dan memastikan putra-putrinya menyebrang dengan selamat.
“Kodenya hanya ucapan Yuk!. Sebelum terdengar ucapan itu, mereka masih berdiri menunggu dan tidak bakal menyeberang. Saat itu hanya bermodalkan lambaian tangannya untuk menghentikan kendaraan yang lewat,” tuturnya.
Baca Juga: Layakkah Aku – Wiwik Ekawati S.Pd.SD | Kepala Sekolah SDN 2 Kedungmenjangan
Baca Juga: Antara Bahasa Whatsapp dan Unggah-ungguh Berbahasa – Oleh : Wiwik Ekawati S.Pd.SD
Baca Juga: Satlantas Polres Purbalingga Imbau Masyarakat Jangan Naik Odong-odong
Sigit mulai rutin menyebrangkan siswanya saat pabrik-pabrik mulai bermunculan di Purbalingga dan jalan depan sekolah menjadi jalur utama kendaraan umum. Kalau pagi jam masuk sekolah, lalu lintas padat sekali dipenuhi para pekerja pabrik dan kendaraan umum, belum lagi 95 persen siswa di SD ini kebanyakan berada di seberang sekolah.
Awalnya, sempat dibantu oleh polisi lalu lintas. Seiring waktu berjalan tidak ada lagi Polisi Lalu Lintas (Polantas) yang membantu mengatur lalu lintas di depan sekolah. Karena keterbatasan personel Polisi yang harus bertugas ditempat lain. Jadi, hanya dia seorang saja yang menyebrangkan anak-anak.
Sigit kemudian berinovasi mengganti lambaian tangan dengan menggunakan papan yang disambung dengan tongkat kayu sepanjang 40 centi meter dan bertuliskan “Terima kasih, Anda berkenan berhenti” dan dibagian belakang tertulis “Hormati Nyawa kami”.
Baca Juga: Perbup Kabupaten Purwakarta Tentang Pendidikan Anti Korupsi Diapresiasi KPK
Baca Juga: Sudah Saatnya Indonesia Menata Ulang Regulasi Dunia Pendidikan
“Inovasi ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan kepada para pengendara yang mau berhenti, sekaligus untuk mengedukasi agar para pengendara mengetahui jika ada zebra croos dan anak-anak yang akan menyeberang jalan,”tuturnya.
Sosok ramah ini mampu membuat hati banyak orang terkagum-kagum. Keikhlasannya menjalankan pekerjaan di samping profesinya membuatnya merasa senang. Tahun berganti tahun, ia tak pernah sedetikpun absen menyebrangkan anak didiknya. Anak didiknya pun merasa senang dan bangga memiliki sosok panutan di sekolahnya.
Karir dan pensiun
Pria kelahiran Purbalingga, 12 September 1959 menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak tahun 1980. Sigit mengajar pertama kali di SD Negeri 2 Purbalingga Kidul selama 2 Tahun. Saat itu, ia tak mempunyai rumah, padahal baru saja memulai rumah tangga barunya setelah mempersunting Ummi Nur Hayati.
Tahun 1982, ia memberanikan diri untuk mengajukan pindah ke SD Negeri 2 Kedungmenjangan, karena disekolah itu terdapat fasilitas rumah dinas untuk guru. Keinginannya disetujui, mulailah ia mengajar dengan tekun sebagai guru kelas.
Dengan kualifikasi yang dia miliki, bukan hal sulit bagi Sigit untuk memperoleh jabatan tinggi di sekolah maupun kedinasan. Namun, ia memilih tetap menjadi guru kelas di sekolahnya. Alasannya tidak lazim. Sigit hanya ingin istikamah menyeberangkan siswa-siswanya menuju sekolah. Ia tak ingin amalan yang telah ia jalankan puluhan tahun itu terputus gara-gara mengejar karier.
Sigit tak pernah menyesali pilihannya. Ia tidak menaruh iri pada teman atau adik angkatannya yang kebanyakan sudah menjadi kepala sekolah, Kepala UPT, hingga Kepala Dinas Pendidikan Purbalingga. Sementara ia masih guru kelas biasa. Setiap pagi buta, ia setia menjalani rutinitas menyeberangkan siswa, berjibaku dengan lalu lintas kendaraan dan udara yang kotor di jalan raya.
Ia seakan tak peduli wibawanya jatuh gara-gara mengerjakan hal yang biasa dilakukan karyawan rendahan. Namun begitulah pilihan hidup Sigit. Ia sudah membuang jauh hasrat keduniaannya. Harta dan pangkat tak membutakan hatinya untuk merawat kebaikan.
Kesempatan menjadi Kepala Sekolah paling terbuka lebar untuknya. Teman-temannya sudah sering membujuknya agar tak menyiakan peluang itu karena dianggap memenuhi syarat. Ia sempat mempertimbangkannya. Jabatan itu memang cukup menggiurkan.
Namun, ia harus siap atas konsekuensinya, pasti kerap berdinas ke luar sekolah, hingga dipindahtugaskan ke sekolah lain jika diangkat nanti. Dengan kata lain, ia harus meninggalkan sekolah yang puluhan tahun diampunya. Jika demikian, ia tak akan lagi bisa menyeberangkan siswa-siswanya ke sekolah. Sigit akhirnya memilih membuang kesempatan karier itu. Ia meyakinkan istrinya untuk mendukung pilihannya.
“Saya meyakini, jabatan dunia hanyalah sementara. Lebih mulia amalan kebaikan, meskipun sederhana, akan terbawa sampai mati,” ungkapnya.
Suatu ketika, Sigit juga pernah menolak halus tawaran mengikuti panataran di luar kota karena harus absen menyeberangkan siswa-siswanya.
“Jangankan cuma penataran, karier menjadi kepala sekolah tidak saya minati. Karena saya lebih berat dengan ini, menyeberangkan anak-cucu saya ini. Saya tidak tenang, was-was akan keselamatan mereka jika saya tinggal,”katanya
Sigit nyatanya bangga dengan tugas sukarela itu, meski tiada penghargaan atau pihak yang menugaskan. Pekerjaan itu justru dimaknainya kesempatan bermanfaat bagi orang lain. Dari situ, setiap hari ia bisa mengais pahala. Belum lagi panjatan doa dari para siswa dan orang tua yang merasa terbantu olehnya.
1 Nopember 2019 lalu, Sigit telah pensiun sebagai Guru di SD Negeri 2 Kedungmenjangan dan secara otomatis harus meninggalkan rumah dinasnya yang telah puluhan tahun dihuninya. Namun, hal itu bukanlah kendala baginya untuk tetap menjalankan “tugasnya”.
Bapak empat orang anak ini, kini menempati rumah nomer 72 di RT 04 RW 09 Kelurahan Purbalingga Wetan, Komplek Perumahan Griya Abdi Kencana, perumahan ini juga dikenal sebagai Kampung Tertib Lalu Lintas di Kabupaten Purbalingga.
Setiap pagi, setelah terbangun dari tidurnya, Sigit tetap melaksanakan “tugas” rutinnya menuju depan SD Negeri 2 Kedungmenjangan yang sekarang berjarak sekira 2,2 kilometer. Tak kurang dari 5 menit, ia telah sampai dan bersiap melaksanakan “tugasnya”
Di relung hatinya, Sigit meyakini, di akhirat nanti, Allah SWT telah menyiapkan penyeberangan yang lebih kecil dari rambut terbelah (Siratal mustakim). Kelak di hari perhitungan, ia yakin, ribuan siswa yang telah ia seberangkan setiap hari itu berbalik menariknya dengan tangan-tangan sucinya agar dapat menyeberang siratal mustakim. Lalu berjumpa di surga.
“Sekarang saya menyeberangkan anak-anak, itu tabungan ibadah saya. Suatu ketika kalau saya menyeberang siratal mustakim, mereka akan membantu menyeberangkan saya hingga selamat,”katanya
Sigit nyaris tak pernah absen menyeberangkan siswa-siswanya, bahkan ketika sakit pun ia masih tetap berusaha bangkit untuk mengahantarkan putra putrinya sampai ke gerbang sekolah dengan selamat.
Atas konsistensinya menyeberangkan siswa itu, Sigit pernah mendapatkan piagam penghargaan dua kali dari Kapolres Purbalingga, tahun 2012 dan 2013 karena telah membantu pekerjaan polisi mengatur lalu lintas di jalan raya.
Prestasi yang diraihnya bukanlah akhir pengabdiannya dan tidak menjadikannya tinggi hati. Hal tersebut ternyata menjadi motivasi bagi dirinya untuk terus bermanfaat bagi orang lain seperti prinsip hidupnya.
“Banyak pekerjaan yang bisa dilakukan tanpa harus melihat materi dan apa yang nantinya kita dapatkan. Bermanfaatlah bagi orang lain dimanapun kita berada. Karena tidak ada hal yang sia-sia di dunia ini,” pesannya
Kepala SD N 2 Kedungmenjangan, Wiwik Ekawati mengapresiasi guru itu karena konsisten membantu menyeberangkan para siswa ke sekolah. Dengan demikian, para siswa dan orang tua merasa aman dan nyaman saat pergi ke sekolah melewari jalan raya. Meski untuk “tugas” itu, pihak sekolah tidak pernah menugaskannya ke Sigit, kecuali atas dasar kerelawanan.
“Pak Sigit, selama ini menjadi guru yang sangat disegani para siswa. Telah menjadi telàdan yang baik bagi para siswa karena selalu datang sebelum siswa tiba di sekolah,” ungkap Wiwik.
Kasatlantas Polres Purbalingga, AKP Indri Endrowati mengakui, sikap egois para pengendara ingin cepat sampai tujuan. Sehingga, fasilitas zebra cross kerap diabaikan oleh mereka. Zebra cross dinyatakan dengan bentuk garis membujur berwarna hitam dan putih. Ini merupakan salah satu tempat penyeberangan di jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki yang akan menyeberang jalan.
“Tujuannya mempermudah pejalan kaki dengan aman melintasi jalan raya, dalam menyeberang tanpa takut tertabrak oleh kendaraan yang sedang melaju. Pejalan kaki yang berada di atas zebra cross mendapat prioritas terlebih dahulu,” tuturnya.
Peraturan hukum tentang kewajiban pengendara dalam berlalu lintas terhadap pejalan kaki pada zebra cross itu sendiri terdapat sesuai dengan Undang-Undang No: 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), pasal 131 ayat (2), disebutkan bahwa “Pejalan kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan”. Serta pasal 106 ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda”.
Kemudian dalam pasal 284 disebutkan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau pesepeda sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah)”.
“Namun, seiring berjalannya waktu dengan gampangnya para pengendara masih banyak melakukan pelanggaran. Faktor penyebab utama, semua itu dikarenakan kurangnya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam berlalu-lintas dari para pengendara,”tuturnya.
Apa yang dilakukan oleh Dwi Mulyanto Sigit, kami mengapresiasi imbuh AKP Indri Endrowati, secara tidak langsung telah memberikan pengetahuan berlalu lintas yang baik dan seharusnya dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat dari anak kecil, dewasa, hingga tua, sehingga dengan pengetahuan tersebut timbulnya kesadaran terhadap hukum yang berlaku.
“Kami dari Satlantas Polres Purbalingga sangat mengapresiasi peran Pak Sigit ini. Secara tak langsung, telah mengedukasi para pengedara tentang apa saja hak dan kewajibannya.Dengan demikian, semua masyarakat dapat mengaplikasikan sebagaimana berlalu lintas yang baik dan benar tanpa membuat salah satu pihak merasa dirugikan,” ungkapnya.