Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Purbalingga Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Ketertiban Umum Dan Ketenteraman Masyarakat di Kabupaten Purbalingga belum diterapkan secara optimal. Disebutkan pada Pasal 5 ayat (2) mewajibkan setiap orang yang menggunakan/menumpang kendaraan angkutan umum, wajib menunggu di tempat pemberhentian yang telah ditetapkan. Ayat (3) juga menegaskan, setiap pengemudi kendaraan angkutan umum wajib menunggu, menaikkan dan/atau menurunkan orang dan/atau barang, pada terminal atau tempat pemberhentian yang telah ditentukan.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Suroto menegaskan, selaku institusi penegak perda, lembaga yang dipimpinnya belum bisa menjalankan fungsinya secara optimal. Jumlah personel dan sumber daya lainnya, tidak memadai untuk mengawasi sejumlah pasal dalam perda tersebut.
Pasal 10 Ayat (1) perda itu berbunyi, setiap pengendara kendaraan bermotor dilarang membunyikan klakson dan wajib mengurangi kecepatan kendaraannya pada waktu melintasi tempat ibadah, lembaga pendidikan, rumah duka, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya. Selanjutnya, Ayat (2) menyebutkan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dengan rambu lalu lintas.
“Dengan personel Satpol PP yang hanya 85 orang, tentu kami tidak mampu mengawasi. Namun demikian kami tetap optimistis penegakan perda akan bisa dilakukan. Bagaimanapun, aturan diperlukan dan norma sosial juga masih tetap berlaku,” tutur Suroto usai kegiatan sosialisasi Perda itu di Pendapa Dipokusomo.
Kepala Dinas Perhubungan (Dinhub) Purbalingga, Yani Sutrisno menuturkan, Hal tersebut dikarenakan belum adanya sarpras pendukung untuk realisasinya. Sejak perda tersebut diberlakukan tiga tahun silam, hanya ada dua halte yakni di Jalan S Parman dan Jalan AW Soemarmo. Sampai saat ini, tak kunjung menentukan titik-titik tempat pemberhentian lagi.
“Pemkab akan memfasilitasi titik henti penumpang dan barang itu, setahap demi setahap,” tuturnya