Sebanyak 48,3% para pemilih Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin dalam Pemilihan Presiden 2019 menganggap revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dapat melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menunjukkan, dari pemilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Hanya 18,4% responden yang menilai revisi tersebut dapat menguatkan KPK.
Sementara itu, sebanyak 33,3% responden tidak memberikan pendapatnya. KedaiKOPI menyebutkan, secara umum alasan responden menilai revisi UU KPK dapat melemahkan karena hadirnya Dewan Pengawas, persetujuan Dewan Pengawas untuk melaksanakan Operasi Tangkap Tangan (OTT), dan status Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk penyidik KPK. Survei ini dilaksanakan pada 28-29 September 2019. Responden yang terlibat sebanyak 469 orang dan margin of error dari survei ini sebesar 4,53%.
Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin menanggapi hasil survey itu. Dalam alam demokrasi berbeda pendapat itu merupakan hal yang wajar. Namun, menurut dia, tak mungkin seluruh penduduk Indonesia merasa puas atas satu kasus tertentu.
“Namanya juga survei menghormati dan menghargai, orang survei itu kan parameter pengetahuan, nggak apa-apa,” katanya
Tetapi imbuh Ngabalin, pemerintah berpikir bersama-sama dengan DPR, revisi itu usulan inisiatif Dewan, pemerintah memberi masukan, tanggapan dan presiden sendiri menganggap momentum revisi ini dalam rangka memperkuat institusi KPK
“Artinya kalau ada orang yang menganggap bahwa itu melemahkan bisa diuji toh, cara menguji itu pasal dan ayat yang menganggap melemahkan diuji di mahkamah, mahkamahnya kan independen. Rakyat ini harus dilatih juga untuk berdemokrasi, rakyat ini harus dilatih menggunakan instrumen-instrumen konstitusi yang ada, dan nggak bisa orang itu menggunakan massa dan menekan pemerintah, menekan presiden untuk mengambil keputusan, itu nggak boleh, negara demokrasi itu tidak boleh ada yang tertekan,” tutur Ngabalin.