Pasar Lohjinawi Desa Serayu Larangan Mrebet, Pasar Kuliner Tradisional Tanpa Plastik

Uncategorized92 views

Pasar Lohjinawi di Desa Serayu Larangan, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga resmi dibuka untuk para penikmat kuliner. Minggu pagi (19 Januari 2020)

Adapun sarana jual beli tidak menggunakan uang tunai, melainkan menggunakan uang koin yang terbuat dari kayu yang disebut benggol. Adapun penjual dan pengelola pasar menggunakan kostum tradisional untuk menarik pengunjung. Meskipun pasar dengan konsep sejenis sudah ada, namun Pasar Lohjinawi memiliki pembeda.

Saat ini, Pasar Lohjinawi buka setiap Minggu dan sudah diisi 24 pedagang yang merupakan perwakilan dari tiap RT di Desa Serayu Larangan. Mereka menjual aneka kuliner tradisional yang dikreasi sesuai selera. Sebelumnya, mereka adalah pedagang makanan keliling atau yang berjualan di rumah masing-masing.

“Lohjinawi berarti makmur, harapannya membawa kemakmuran bagi warga. Pasar ini dikonsep tradisional dengan menjajakan kuliner tradisional sebagai daya tarik wisata dan meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat,” tutur Kades Serayu Larangan, Fajar Prasetyo Utomo kepada cyber media lintas24.com

Ia mengungkapkan, anggaran pembangunan pasar itu berasal dari Bantuan Khusus Kabupaten (BKK) senilai Rp 85 juta. Keberadaannya untuk mendongkrak kunjungan wisata ke Desa Serayu Larangan sekaligus pemberdayaan warga agar penghasilan mereka meningkat.

“Adanya Pasar Lohjinawi ini cara yang kami anggap paling tepat menangkap peluang, karena Desa kami sebagai jalur wisata Gunung Slamet. Kami tidak ingin jadi penonton saja,” katanya.

Direktur BUMDes Serayu Larangan, Teguh Wiyono selaku pengelola pasar mengatakan, untuk berdagang di pasar tersebut, pedagang menyewa lapak Rp 100 ribu untuk tiga bulan. Adapun pada bulan pertama digratiskan agar mereka kembali modal. Sedangkan dari mereka, pengelola akan mengambil retribusi 10 persen dari omzet.

“Konsep go green menjadi keistimewaan pasar ini. Tidak ada plastik di sini. Baik untuk bungkus makanan hingga sedotan. Pakai daun atau kertas untuk bungkus. Gelas juga pakai bambu atau batok. Piring pakai anyaman lidi,” tuturnya.

Satu pengunjung, Nia Kurnia warga Perumahan Griya Abdi Kencana Purbalingga mengungkapkan, suasana tradisionalnya terasa sekali karena terdengar lantunan alat musik gamelan mengiringi lagu-lagu daerah.

“Bisa makan pagi disini dulu sebelum melanjutkan ke tempat wisata lainnya. Ramah anak juga sih, banyak wahana permainan, anak saya juga bisa berenang di kolam anak. Sensasinya santai dan bikin rileks. Saya sih berharap, para pedagangnya harus konsisten berjualan dan bisa teruss mempertahankan pasar bebas plastik,” ungkap Nia Kurnia yang juga Owner Rumah Santun Purbalingga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *