Baca Juga: ”Iriana Widodo” Melekat Untuk Nama Burung Madu Jenis Baru Asal Pulau Rote NTT
Baca Juga: PPA Gasda Bangun Kemitraan dengan Pemdes Sirau
Baca Juga: Brigadir Fajar Agus Setiawan – Mencintai Alam Itu Mudah
Pada peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) Tahun 2019, telah diusulkan ikon satwa yaitu Burung Isapmadu Rote (Myzomela irianawidodoae), dan untuk ikon puspa yaitu Saninten (Castanopsis argentea)
Belum banyak yang mengetahui Pohon Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) ini. Dikutip cyber media lintas24.com dari laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pohon Saninten ini memiliki tinggi 35 hingga 40 meter. Kulit batangnya berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan tidak rata. Terdapat alur-alur memanjang pada batang yang tak lain adalah garis empulur yang menonjol keluar.
Baca Juga: Perkumpulan Pencinta Alam Sakabuana SMK 1 Kutasari Iuran Bantu Air Bersih
Baca Juga: Menengok Black Canyon Pekalongan
Saninten, nama lainnya yakni Berangan memiliki daun tunggal berseling, berbentuk lancip memanjang (lanset). Permukaan daun berlilin dan bagian bawahnya berwarna abu-abu keperakan ditutupi bulu-bulu menyerupai bintang atau sisik yang lebat.
Baca Juga: Komisi B DPRD Jateng Minta Pemrov Jateng Segera Reboisasi Hutan
Mirip daun pohon rambutan ya. Buahnya berduri tajam mirip rambutan pula, bedanya kalau buah rambutan ketika diremas terasa lembut. Tapi kalau buah Saninten, eit jangan coba-coba. Karena kalau diremas durinya langsung menusuk telapak tangan.
Karena daun dan buahnya mirip rambutan, maka masyarakat setempat menjulukinya “Rambutan Hutan”. Dalam bahasa Inggris buah itu disebut juga “sweet chesnut”. Lantaran wanginya harum, rasanya manis gurih dan empuk. Sangat khas sekali rasanya.
Di gunung Ciremai, Saninten dianggap punya “pasangan hidup” yakni pohon Pasang (Arthocarpus sp). Masyarakat setempat meyakini pohon Pasang sebagai “suami” dari Saninten. Diduga, pohon Pasang memiliki peran penting dalam proses pembuahan Saninten.
Biji Saninten biasanya diolah secara sederhana. Bisa direbus atau dibakar hingga lunak durinya. Bisa juga cangkang bijinya dipecahkan, lalu diambil bagian dalamnya untuk disangrai. Sedikit diberi garam dan mentega serta bernilai ekonomis tinggi juga. Meskipun rasa buahnya istimewa. Tapi sangat sulit mendapatkan buah ini karena saingannya banyak!. Ada Lutung, Monyet, Musang dan hewan pemakan buah-buahan lainnya.
Selain itu, Saninten juga berbuah dua tahun sekali. Kalaupun berbuah setiap tahun, biasanya berselang setahun buahnya kosong. Baru setahun kemudian berisi buahnya. Berarti anakan Saninten dari pohon induknya sulit didapat karena masa berbuahnya lama.
Ditambah lagi tiap bijinya ludes di makan pemangsa. Padahal biji tersebut merupakan cikal bakal anakan. Kalau begitu, tak salah bila Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) menyatakan tumbuhan ini langka.
Itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa pohon Saninten kini dilindungi. Tak heran bila Pemerintah tegas dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 92 tahun 2018. Regulasi tersebut menyertakan Saninten sebagai salah satu jenis tumbuhan yang kini dilindungi.
Jadi, sekarang Saninten statusnya dilindungi baik di dalam dan di luar kawasan hutan. Lalu, apakah buah Saninten juga tidak boleh dikonsumsi lagi? Menurut Peraturan Menteri Kehutanan nomor 35 tahun 2007, buah Saninten termasuk salah satu jenis komoditas hasil hutan bukan kayu yang diperkenankan untuk pemanfaatannya.
Namun dalam teknis pelaksanaanya perlu di konsultasikan dengan pihak berwenang yakni Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Balai Taman Nasional, Dinas Kehutanan dan instansi terkait lainnya. Konsultasi tersebut bertujuan agar kita mendapatkan arahan mekanisme yang benar sehingga terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.