Kenaikan status Gunung Slamet dari semula normal atau level 1 menjadi level 2 atau waspada didasarkan pada pemantauan instrumental Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sejak Jumat (9 Agustus 2019) pukul 09.00 WIB. Peningkatan yang cukup signifikan dan perlu diantisipasi jika terjadi erupsi.
Baca Juga : Festival Wong Gunung 2019 di Pulosari Pemalang Siap Digelar
Potensi ancaman bahaya Gunung Slamet dengan ketinggian 3432 dibawah permukaan laut (dpl) itu adalah terjadinya erupsi magmatic. Kondisi itu bisa menghasilkan lontaran material pijar yang melanda daerah sekitar puncak dalam radius 2 km. Atau bahkan erupsi freatik dan hujan abu di sekitar kawah tanpa ada gejala vulkanik yang jelas.
Baca Juga : Golaga Purbalingga Aman Dikunjungi, Walapun Gunung Slamet Waspada
Gunung yang merupakan gunung tertinggi di Jateng tersebut masuk dalam lima wilayah Kabupaten. Masing-masing Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Tegal.
Baca Juga : Bandara Soedirman dan Jalan Tol Pemalang Berpeluang Dongkrak Kunjungan Wisatawan
Bupati Pemalang, Junaedi menegaskan, pihaknya akan segera memerintahkan dinas terkait untuk menangani jalur evakuasi Gunung Slamet yang belum dalam kondisi baik.
“Kita memberikan apresiasi kepada pimpinan daerah yang ada di wilayah Gunung Slamet yang telah melakukan antisipasi dini. Kita sadar bahwa Indonesia merupakan negara yang unik, karena begitu banyak gunung api yang aktif. Diperkirakan terdapat 129 gunung api yang aktif,” tuturnya kepada cyber media lintas24.com, Senin petang (12 Agustus 2019).
Baca Juga : Drs. H. Nurrachmat – Pensiunan Guru SMA Negeri 1 Pemalang
Di Pulau Jawa terdapat 120 juta jiwa yang hidup dalam bayangan 30 lebih gunung berapi. Ini yang harus disadari. Kendati tinggal di lereng gunung berapi, warga percaya bahwa gunung api tidak akan merugikan mereka. Karena letusan bukan ancaman, namun merupakan pertumbuhan biasa.
Baca Juga : Bupati Dyah Hayuning Pratiwi : Banyak berdoa agar Gunung Slamet tetap Slamet
Dalam ilmu ekologi, letusan gunung berapi merupakan bagian dari keseimbangan alam. Setelah gunung api meletus akan muncul kondisi yang dikenal dengan istilah “steady state” atau keseimbangan baru. Karena dengan meletusnya gunung berapi akan timbul keseimbangan baru, diantaranya tanah menjadi lebih subur. Di teori “steady state” tersebut disebutkan bahwa untuk mencapai keseimbangan baru perlu ada goncangan.
Yang terpenting saat ini bagi pemerintah dan pihak terkait lainnya adalah bagaimana mewujudkan masyarakat yang tanggap bencana. Termasuk bencana meletusnya gunung berapi. Dengan demikian masyarakat menjadi siap dengan kondisi yang terjadi.
Sejumlah desa di wilayah rawan bencana alam, termasuk bencana meletusnya gunung berapi sudah diberi pelatihan dan dijadikan desa tanggap bencana. Yang perlu dilakukan saat ini adalah terus memberikan pelatihan dan pembinaan kepada warga agar mereka selalu tanggap dan siaga bencana. Sehingga saat gunung berapi statusnya menjadi naik, mereka tidak panik namun telah menyiapkan langkah antisipasi dini. Sehingga efek negatifnya bisa diminimalisir.
Di Kabupaten Purbalingga, naiknya status gunung tersebut membuat jalur pendakian melalui pos Bambangan desa Kutabawa Kecamatan Karangreja ditutup. Kendati demikian masyarakat 10 desa di lereng gunung tersebut diminta tidak panik.
Masing-masing adalah Desa Serang dan Desa Kutabawa di Kecamatan Karangreja, Desa Sangkanayu, Pengalusan, Binangun di Kecamatan Mrebet, Desa Bumisari Kecamatan Bojongsari serta Desa Karangjengkol, Candinata, Cendana dan Candiwulan Kecamatan Mrebet.