Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi Dengarkan “Curhat” Pengusaha Rambut PMA Korea Selatan

Uncategorized72 views

Beberapa perusahaan PMA (Penanaman  Modal Asing) yang sudah puluhan tahun beroperasi di Purbalingga mulai melirik usaha di luar negeri. Vietnam dan Kamboja menjadi pilihan untuk memindahkan usahanya. Pasalnya, para pengusaha PMA itu lebih mengutamakan situasi keamanan yang kondusif serta kenyamanan dalam berinvestasi.

Para pengusaha PMA ituselain menyoal masalah kondusifitas invenstasi. Mereka juga menyoal persaingan dagang global bulu mata palsu produksi dari Purbalingga dengan China sebagai kompetitornya. Sementara untuk wig masih bagus kualitasnya dari Purbalingga, dan belum mampu tersaingi.

“Kami sudah ada disini sejak 19 Desember 1989. Kami hanya butuh ketenangan dan kenyamanan dalam menjalankan usaha. Saat ini perusahaan boleh dikatakan stagnan tanpa pesanan barang. Jika pasaran lesu seperti saat ini, dan kondisi tidak nyaman, kami memprediksi perusahaan hanya bisa bertahan 5-10 tahun,” kata Hyung Don Kim, Owner PT Indokores Sahabat kepada Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi saat melakukan kunjungan kerja, Kamis (10 Oktober 2019) di perusahaan setempat.

Hari itu, Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi berkeliling mengunjungi perusahaan PMA (Penanaman  Modal Asing) dari Korea Selatan, diantaranya PT Indokores Sahabat, PT Hyup Sung, PT Sun Chang Indonesia, dan satu perusahaan pabrik rambut Bintang Mas Triyasa (BMT) yang merupakan investor PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri).

 

Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi juga mendengarkan dengan seksama “curahan hati” (curhat)  para pengusaha. Ditempat terpisah, Song Hyung Keun, owner PT Hyup Sung Indonesia mencurahkan keluhannya.

Produksi bulu mata palsu di PT Hyup Sung Indonesia menurun tajam seiring dengan permintaan pasar yang menurun karena bersaing dengan China. Hal itu dikarenakan produktivitas tenaga kerja di China lebih tinggi dari Purbalingga. Bahkan, mereka cenderung meminta lembur bekerja.

“Mentalitas dan etos keja pekerja di China sangat bagus sehingga produksinya meningkat tajam. Dari sisi harga, bulu mata palsu China lebih murah. Dari sisi kualitas juga sudah menyerupai produk rambut Purbalingga yang dikerjakan secara manual,” ungkap Song Hyung Keun.

Oleh karenanya, Song Hyung Keun mengistilahkan, untuk menyelamatkan perusahaan harus memotong ekornya dulu, daripada badannya ikut termakan. Caranya dengan mengurangi karyawan dan meningkatkan produktivitas pekerja serta inovasi produk. Karena  PT Hyup Sung Indonesia biasanya rata-rata produksi per bulan 1,3 juta piece, namun saat ini menurun hingga 30 persen.

“Mau tidak mau, suka tidak suka, kami harus mengurangi jumlah karyawan dari 1.900 orang menjadi 1.300 orang,” tutur Song Hyung Keun.

Dikatakan Bupati Dyah Hayuning Pratiwi  menampung semua curhat dari para pengusaha PMA.

“Ditengah situasi pasar produksi bulu mata palsu yang melemah. Kami berharap semua pihak untuk ikut memikirkan solusi dari situasi ini agar lebih baik, dan permintaan kembali pulih. Jika ada permasalahan, diselesaikan dengan baik dan musyawarah sesuai ketentuan regulasi ketenagakerjaan,” katanya kepada para wartawan yang mengikuti acara kunjungan kerja.

Ia juga meminta , semua pihak untuk menahan diri. Dari sisi pekerja, perusahaan mau tidak mau harus mengurangi karyawan agar usahanya tetap berjalan. Hal ini terjadi karena  perkembangan perekonomian global khususnya di Eropa dan Amerika yang sedang lesu

“Persaingan pabrik bulu mata palsu dengan produksi China semakin ketat. Produktivitas tenaga kerja China bagus dan handal sehingga produksinya lebih banyak. Tadi saya dengar, bisa 9 kali lebih tinggi dari produktivitas pekerja rambut di Purbalingga. Ini yang mengakibatkan ekspor bulu mata palsu dari Purbalingga berkurang dan melemah,” tutur Bupati  Dyah Hayuning Pratiwi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *