Asiknya Belajar Membuat Film Animasi

Uncategorized193 views

Gelaran Festival Film Purbalingga 2017 (FFP 2017) menginjak hari yang ke 22. Rabu (2/8) lalu dilaksanakan workshop pembuatan film animasi. Workshop ini bukan menyasar ke kalangan pelajar remaja ataupun mahasiswa, melainkan menyasar ke 40 anak SD di Purbalingga.

Workshop yang berlangsung di aula kantor Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Purbalingga ini dipandu oleh animator nasional Hizkia Subiyantoro dari Hizart Studio Yogyakarta. Kegiatan pembuatan film animasi diajarinya mulai dari pra-produksi, produksi dan pasca produksi.

“Pada tahap pra produksi anak-anak diminta untuk mempersiapkan cerita. Cukup yang sederhana saja, misal cicak merayap, air menetes atau bola memantul dan sebagainya,” kata Hizkia kepada Tabloid Elemen dan media online lintas24.com.

Cara paling dasar yang diperkenalkan dalam pembuatan film animasi kali ini adalah menggunakan teknik stop motion atau kumpulan gambar yang berurutan. Anak diminta membuat gambar berurutan di kertas 24 halaman.

“Setelah gambar jadi tinggal proses digitalisasi, mempotret satu per satu gambar dengan kamera, kemudian ditampilkan di komputer. Gambar berurutan ditampilkan satu persatu dengan cepat, maka seolah gambar tersebut bergerak,” paparnya.

Hizkia menuturkan standar pencapaian dari workshop ini hanyalah untuk tingkat dasar, atau teknik pembuatan animasi dengan Handcraft atau tanpa komputer terlebih dahulu. Belum sampai pada pewarnaan dan pengisian suara. Ia berharap proses ini akan memberi wawasan baru bagi anak.

“Jika mereka tertarik, biasanya akan mendalaminya lagi sendiri dan mencoba-coba dengan teknik yang lebih profesional lagi,” ujar direktur film animasi Roda Pantura ini.

Dalam kesempartan itu, Ia juga menceritakan pengalamannya tentang produksi film animasi yang digelutinya. Salah satunya, proses pembuatan film Roda Pantura yang baru saja ia rilis, membutuhkan waktu dua tahun dengan 10 jam kerja sehari untuk membuat film animasi 2D berdurasi 18 menit itu.

“Namun bagi saya membuat film animasi tidak membosankan, film animasi juga tidak akan usang dari zaman ke zaman,” kata animator yang pernah tampil di festival film di Polandia dan Jerman ini.

Sementara direktur FFP 2017, Bowo Leksono mengungkapkan tidak ada harapan yang muluk-muluk terkait adanya workshop pembuatan film animasi untuk SD ini.

“Setelah ini, mereka tidak harus bisa membuat film sendiri, tidak harus menjadi orang hebat. Cukup bagi saya mereka bisa hidup nyaman di Purbalingga. Mereka menyadari ada sesuatu yang menarik dari Purbalingga, dimana di kota yang kecil ini mereka ternyata diajari bikin film,” ungkap Bowo.

Dilibatkannya anak SD, kata Bowo sengaja untuk menghapus paradigma pembuatan film animasi itu rumit, akan tetapi fun dan sederhana. Pada FFP yang akan datang ia juga akan tetap melibatkan anak-anak ataupun pelajar remaja sebagai subjek yang meramaikan festival ini. Selain workshop, di hari yang sama juga dilangsungkan pemutaran film anak “Ayo Main!” di Graha Adiguna Kompleks Pendopo Dipokusumo Purbalingga.(ganda kurniawan)